Asal Usul dan Persebaran Nenek Moyang Bangsa Indonesia - Bagian 4
Februari 24, 2019
Tambah Komentar
Mengamati Lingkungan
Coba kamu cermati banyaknya suku bangsa di
Indonesia memunculkan keberagaman bahasa daerah, dan kebudayaan yang berlaku
dalam praktek-praktek kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja ada lebih dari 500
suku bangsa Indonesia, sungguh merupakan kekayaan bangsa yang tidak dimiliki
oleh negara lain. Namun demikian kekayaan ini akan menjadi masalah jika kita
tidak pandai mengelola perbedaan yang ada. Tentu ini berkaitan pula dengan asal
mula kedatangan suku bangsa dan kapan mereka datang? Oleh karena itu penting
untuk mengetahui bagaimana proses dan dinamika nenek moyang Indonesia sehingga
terbentuk keragaman budayanya. Untuk itu kamu harus mempelajarinya, agar kita
bisa saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada.
Memahami Teks
Menurut Sarasin bersaudara, penduduk asli
Kepulauan Indonesia adalah ras berkulit gelap dan bertubuh kecil. Mereka mulanya
tinggal di Asia bagian tenggara. Ketika zaman es mencair dan air laut naik
hingga terbentuk Laut Cina Selatan dan Laut Jawa, sehingga memisahkan
pegunungan vulkanik Kepulauan Indonesia dari daratan utama. Beberapa penduduk
asli Kepulauan Indonesia tersisa dan menetap di daerah-daerah pedalaman,
sedangkan daerah pantai dihuni oleh penduduk pendatang. Penduduk asli itu disebut
sebagai suku bangsa Vedda oleh Sarasin. Ras yang masuk dalam kelompok ini
adalah suku bangsa Hieng di Kamboja, Miaotse, Yao-Jen di Cina, dan Senoi di
Semenanjung Malaya.
Beberapa suku bangsa seperti Kubu, Lubu,
Talang Mamak yang tinggal di Sumatra dan Toala di Sulawesi merupakan penduduk tertua
di Kepulauan Indonesia. Mereka mempunyai hubungan erat dengan nenek moyang
Melanesia masa kini dan orang Vedda yang saat ini masih terdapat di Afrika,
Asia Selatan, dan Oceania. Vedda itulah manusia pertama yang datang ke
pulau-pulau yang sudah berpenghuni. Mereka membawa budaya perkakas batu. Kedua
ras Melanesia dan Vedda hidup dalam budaya mesolitik.
Pendatang berikutnya membawa budaya baru
yaitu budaya neolitik. Para pendatang baru itu jumlahnya jauh lebih banyak daripada
penduduk asli. Mereka datang dalam dua tahap. Mereka itu oleh Sarasin disebut
sebagai Proto Melayu dan Deutro Melayu. Kedatangan mereka terpisah diperkirakan
lebih dari 2.000 tahun yang lalu.
1. Proto Melayu
Proto Melayu diyakini sebagai nenek moyang
orang Melayu Polinesia yang tersebar dari Madagaskar sampai pulau-pulau paling timur
di Pasifik. Mereka diperkirakan datang dari Cina bagian selatan. Ras Melayu ini
mempunyai ciri-ciri rambut lurus, kulit kuning kecoklatan-coklatan, dan bermata
sipit. Dari Cina bagian selatan (Yunan) mereka bermigrasi ke Indocina dan Siam,
kemudian ke Kepulauan Indonesia. Mereka itu mula-mula menempati pantaipantai Sumatera
Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Ras Proto Melayu membawa peradaban
batu di Kepulauan Indonesia. Ketika datang para imigran baru, yaitu Deutero
Melayu (Ras Melayu Muda). Mereka berpindah masuk ke pedalaman dan mencari
tempat baru ke hutan-hutan sebagai tempat huniannya. Ras Proto Melayu itu pun
kemudian mendesak keberadaan penduduk asli. Kehidupan di dalam hutan-hutan
menjadikan mereka terisolasi dari dunia luar, sehingga memudarkan peradaban
mereka. Penduduk asli dan ras proto melayu itu pun kemudian melebur. Mereka itu
kemudian menjadi suku bangsa Batak, Dayak, Toraja, Alas, dan Gayo.
Kehidupan mereka yang terisolasi itu
menyebabkan ras Proto Melayu sedikit mendapat pengaruh dari kebudayaan Hindu maupun
Islam dikemudian hari. Para ras Proto Melayu itu kelak mendapat pengaruh
Kristen sejak mereka mengenal para penginjil yang masuk ke wilayah mereka untuk
memperkenalkan agama Kristen dan peradaban baru dalam kehidupan mereka.
Persebaran suku bangsa Dayak hingga ke Filipina Selatan, Serawak, dan Malaka
menunjukkan rute perpindahan mereka dari Kepulauan Indonesia. Sementara suku
bangsa Batak yang mengambil rute ke barat menyusuri pantai-pantai Burma dan
Malaka Barat. Beberapa kesamaan bahasa yang digunakan oleh suku bangsa Karen di
Burma banyak mengandung kemiripan dengan bahasa Batak.
2. Deutero Melayu
Deutero Melayu merupakan ras yang datang
dari Indocina bagian utara. Mereka membawa budaya baru berupa perkakas dan senjata
besi di Kepulauan Indonesia, atau Kebudayaan Dongson. Mereka seringkali disebut
juga dengan orang-orang Dongson. Peradaban mereka lebih tinggi daripada rasa
Proto Melayu. Mereka dapat membuat perkakas dari perunggu. Peradaban mereka ditandai
dengan keahlian mengerjakan logam dengan sempurna. Perpindahan mereka ke
Kepulauan Indonesia dapat dilihat dari rute persebaran alat-alat yang mereka
tinggalkan di beberapa kepulauan di Indonesia, yaitu berupa kapak persegi
panjang. Peradaban ini dapat dijumpai di Malaka, Sumatera, Kalimantan,
Filipina, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara Timur.
Dalam bidang pengolahan tanah mereka
mempunyai kemampuan untuk membuat irigasi pada tanah-tanah pertanian yang
berhasil mereka ciptakan, dengan membabat hutan terlebih dahulu. Ras Deutero
Melayu juga mempunyai peradaban pelayaran lebih maju dari pendahulunya karena
petualangan mereka sebagai pelaut dibantu dengan penguasaan mereka terhadap
ilmu perbintangan. Perpindahan ras Deutero Melayu juga menggunakan jalur
pelayaran laut. Sebagian dari ras Deutero Melayu ada yang mencapai Kepulauan Jepang, bahkan kelak ada yang hingga sampai Madagaskar
Kedatangan ras Deutero Melayu di Kepulauan
Indonesia makin lama semakin banyak. Mereka pun kemudian berpindah mencari
tempat baru ke hutan-hutan sebagai tempat hunian baru. Pada akhirnya Proto dan
Deutero Melayu membaur dan selanjutnya menjadi penduduk di Kepulauan Indonesia.
Pada masa selanjutnya mereka sulit untuk dibedakan. Proto Melayu meliputi
penduduk di Gayo dan Alas di Sumatra bagian utara, serta Toraja di Sulawesi. Sementara
itu, semua penduduk di Kepulauan Indonesia, kecuali penduduk Papua dan yang
tinggal di sekitar pulau-pulau Papua, adalah ras Deutero Melayu.
3. Melanesoid
Ras lain yang juga terdapat di Kepulauan Indonesia adalah ras Melanesoid. Mereka tersebar di lautan Pasifik di pulau-pulau yang letaknya sebelah Timur Irian dan benua Australia. Di Kepulauan Indonesia mereka tinggal di Papua. Bersama dengan Papua-Nugini dan Bismarck, Solomon, New Caledonia dan Fiji, mereka tergolong rumpun Melanesoid. Menurut Daldjoeni suku bangsa Melanesoid sekitar 70% menetap di Papua, sedangkan 30% lagi tinggal di beberapa kepulauan di sekitar Papua dan Papua-Nugini.
Pada mulanya kedatangan Bangsa Melanesoid
di Papua berawal saat zaman es terakhir, yaitu tahun 70.000 SM. Pada saat itu Kepulauan
Indonesia belum berpenghuni. Ketika suhu turun hingga mencapai kedinginan
maksimal, air laut menjadi beku. Permukaan laut menjadi lebih rendah 100 m
dibandingkan permukaan saat ini. Pada saat itulah muncul pulau-pulau baru. Adanya
pulau-pulau itu memudahkan mahkluk hidup berpindah dari Asia menuju kawasan Oseania.
Bangsa Melanesoid melakukan perpindahan ke
timur hingga ke Papua, selanjutnya ke Benua Australia, yang sebelumnya merupakan
satu kepulauan yang terhubungan dengan Papua. Bangsa Melanesoid saat itu hingga
mencapai 100 ribu jiwa meliputi wilayah Papua dan Australia. Peradaban bangsa Melanesoid dikenal dengan paleotikum.
Pada saat masa es berakhir dan air laut mulai naik lagi pada tahun 5000 S.M, kepulauan Papua dan Benua Australia terpisah seperti yang dapat kita lihat saat ini. Pada saat itu jumlah penduduk mencapai 0,25 juta dan pada tahun 500 S.M. mencapai 0,5 jiwa.
Asal mula bangsa Melanesia, yaitu Proto Melanesia merupakan penduduk pribumi di Jawa. Mereka adalah manusia Wajak yang tersebar ke timur dan menduduki Papua, sebelum zaman es berakhir dan sebelum kenaikan permukaan laut yang terjadi pada saat itu. Di Papua manusia Wajak hidup berkelompok-kelompok kecil di sepanjang muara-muara sungai. Mereka hidup dengan menangkap ikan di sungai dan meramu tumbuh-tumbuhan serta akar-akaran, serta berburu di hutan belukar. Tempat tinggal mereka berupa perkampungan-perkampungan yang terbuat dari bahanbahan yang ringan. Rumah-rumah itu sebenarnya hanya berupa kemah atau tadah angin, yang sering didirikan menempel pada dinding gua yang besar. Kemah-kemah dan tadah angin itu hanya digunakan sebagai tempat untuk tidur dan berlindung, sedangkan aktifitas lainnya dilakukan di luar rumah.
Bangsa Proto Melanesoid terus terdesak oleh bangsa Melayu. Mereka yang belum sempat mencapai kepulauan Papua melakukan percampuran dengan ras baru itu. Percampuran bangsa Melayu dengan Melanesoid menghasilkan keturunan Melanesoid-Melayu, saat ini mereka merupakan penduduk Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
4. Negrito dan Weddid
Sebelum kedatangan kelompok-kelompok Melayu tua dan muda, negeri kita sudah terlebih dulu kemasukkan orang-orang Negrito dan Weddid. Sebutan Negrito diberikan oleh orang-orang Spanyol karena yang mereka jumpai itu berkulit hitam mirip dengan jenis-jenis Negro. Sejauh mana kelompok Negrito itu bertalian darah dengan jenis-jenis Negro yang terdapat di Afrika serta kepulauan Melanesia (Pasifik), demikian pula bagaimana sejarah perpindahan mereka, belum banyak diketahui dengan pasti.
mereka, belum banyak diketahui dengan pasti. Kelompok Weddid terdiri atas orang-orang dengan kepala mesocephal dan letak mata yang dalam sehingga nampak seperti berang; kulit mereka coklat tua dan tinggi rata-rata lelakinya 155 cm. Weddid artinya jenis Wedda yaitu bangsa yang terdapat di pulau Ceylon (Srilanka). Persebaran orang-orang Weddid di Nusantara cukup luas, misalnya di Palembang dan Jambi (Kubu), di Siak (Sakai) dan di Sulawesi pojok tenggara (Toala, Tokea dan Tomuna)
Periode migrasi itu berlangsung berabad-abad, kemungkinan mereka berasal dalam satu kelompok ras yang sama dan dengan budaya yang sama pula. Mereka itulah nenek moyang orang Indonesia saat ini.
Sekitar 170 bahasa yang digunakan di Kepulauan Indonesia adalah bahasa Austronesia (Melayu-Polinesia). Bahasa itu kemudian dikelompokkan menjadi dua oleh Sarasin, yaitu Bahasa Aceh dan bahasa-bahasa di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Kelompok kedua adalah bahasa Batak, Melayu standar, Jawa, dan Bali. Kelompok bahasa kedua itu mempunyai hubungan dengan bahasa Malagi di Madagaskar dan Tagalog di Luzon. Persebaran geografis kedua bahasa itu menunjukkan bahwa penggunanya adalah pelaut-pelaut pada masa dahulu yang sudah mempunyai peradaban lebih maju. Di samping bahasa-bahasa itu, juga terdapat bahasa Halmahera Utara dan Papua yang digunakan di pedalaman Papua dan bagian utara Pulau Halmahera
Uji Kompetensi
Coba kamu identifikasikan peninggalan sejarah berupa benda dan karya seni yang dapat dikategorikan sebagai tinggalan masa proto sejarah. Adakah manfaat dari peninggalan tersebut bagi kehidupan manusia sekarang? Menurut pendapat kamu, bagaimana peninggalan tersebut bisa menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia bahkan sampai ke luar wilayah Indonesia?
Untuk mengerjakan soal di atas maka kamu dapat melakukan beberapa tahapan sebagai berikut:
- Identifikasi permasalahan yang menurut kamu menarik untuk diteliti, yaitu merumuskan masalah (biasanya dalam bentuk kalimat pertanyaan), seperti dimanakah manusia pra-aksara biasanya tinggal? Bagaimana mereka bisa mempertahankan kehidupannya? dan lain-lain sebagainya, kamu dapat mendiskusikan dengan teman-teman kamu!
- Setelah itu carilah sumber-sumber yang menjelaskan tentang permasalahan yang akan diteliti. Caranya dengan mencari dari internet, buku-buku bacaan, kliping koran, foto-foto, ilustrasi dan wawancara dengan tokoh masyarakat yang kamu anggap mengetahui permasalahan.
- Setelah kamu temukan sumber-sumber tersebut, lakukan perbandingan antara sumber yang satu dengan yang lain untuk mencari kebenaran. Jika dari bacaan terdapat dua atau lebih sumber yang menyatakan hal yang sama maka bisa saja kita anggap sumber tersebut mendekati kebenaran.
- Apabila di daerah tempat tinggal kamu terdapat peninggalan sejarah yang diduga tinggalan masa pra-aksara, kamu bersama teman-teman dapat mengunjungi situs tersebut untuk meyakinkan pendapat kamu. Setelah itu barulah kamu rumuskan dalam bentuk tulisan yang runtut sekitar 3 – 5 lembar tulisan.
Belum ada Komentar untuk "Asal Usul dan Persebaran Nenek Moyang Bangsa Indonesia - Bagian 4"
Posting Komentar